Kamis, 17 Mei 2012

Sarung Samarinda Tenunan

Meski tak berlimpah harta, tetapi warisan budaya berupa sarung tenun Samarinda terbukti mampu menghidupi ratusan pengrajin di Samarinda Seberang. Budaya turun temurun yang masih dapat disaksikan hingga kini.
Tak sulit menemukan kompleks pengrajin sarung tenun Samarinda ini. Lokasinya berjarak sekitar 8 kilometer dari pusat kota. Setelah melintasi Jembatan Mahakam, cukup menyusuri jalan di bibir Sungai Mahakam, yakni Jalan Bung Tomo dan Jalan Panglima Bendahara.
sarung samarinda
Para perajin ini rata-rata berdiam di Kelurahan Masjid, Samarinda Seberang. Jika anda bertanya, maka warga akan menunjukkan pemukiman padat penduduk. Di rumah yang rata-rata terbuat dari kayu itulah kain sarung tenun Samarinda diolah dengan menggunakan alat tenun bukan mesin (ATBM).
Jika malu bertanya, maka susuri saja Jalan Panglima Bendahara. Beberapa kios milik kelompok pengrajin tenun Samarinda dengan mudah dapat dijumpai. Misalnya kios pengrajin sarung tenun Samarinda Berdikari yang telah ada sejak tahun 1964.
Tak jauh dari kios itulah para penenun tinggal dan menyelesaikan pembuatan sarung tenun Samarinda dari rumah mereka masing-masing. Melirik ke dalam kios, umumnya, motif sarung tenun Samarinda yang diproduksi memiliki kesamaan ciri. Masing-masing kelompok memiliki keahlian dalam membuat motif yang berbeda.
Jika pecinta sarung tenun Samarinda menginginkan motif berbeda, maka bisa langsung mendatangi para penenun dan memberikan motif yang diinginkan. Harga setiap sarung tenun yang diproduksi tergantung berapa banyak motif yang diperlukan. Semakin banyak dan besar motifnya, maka semakin mahal harganya.
Setiap penenun dapat membuat satu sarung tenun Samarinda dalam waktu seminggu dengan ukuran panjang 4 meter dan lebar sekitar 50 sentimeter. Itupun untuk motif sederhana dan kecil. Semakin banyak dan besar motif yang diinginkan, maka semakin lama pembuatannya.
“Rata-rata, paling lama buatnya (sarung tenun, Red.) 15 hari. Pemesan harus antre sebulan karena menginginkan sarung tenun dengan motif yang diinginkan,” ucap Wahidah (30), penenun di Gang Muharram, No 34, RT 25, Jalan Panglima Bendahara, Samarinda Seberang.
Meski pembuatan dilakukan di rumah warga, tetapi kompleks yang dapat dikatakan cukup kumuh itu oleh Pemkot Samarinda dijadikan obyek wisata. Sayangnya, tidak ada sentuhan menarik yang dilakukan Pemkot untuk mengenalkan kompleks itu. Penjelasan dan keterangan yang diperoleh hanya dari mulut ke mulut.
Wahidah mendapatkan keahlian itu dari ibunya, Jawariah (50) yang juga berprofesi sebagai penenun. Bahkan di rumahnya, masih ada satu lagi penenun yang tak lain adalah saudara ibu kandungnya, yakni Aminah (45).
Mereka bertiga dalam sebulan dapat membuat 7 hingga 10 sarung tenun Samarinda yang dijual dengan harga berkisar antara Rp 150 ribu hingga Rp 450 ribu per buah. Keluarga ini mengandalkan sarung tenun ini untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.
Senada diucapkan Rohana, penenun yang terletak di kompleks yang sama. Ia membuat sarung tenun Samarinda karena meneruskan usaha orangtuanya. Beberapa motif yang dapat dibuatnya, seperti anyam pelupuh dan ketam hitam.
Kini warga pendatang dari Sulawesi yang menjadi penenun sarung tenun Samarinda ini sudah sekitar 30 tahunan berada di kompleks tersebut. Bahkan keahlian itu sudah diwariskan ke anak-anak mereka yang kini meneruskan pekerjaan yang kini dianggap sebagai warisan budaya. (kaltimpost)

Kampung Tenun Kaltim Samarinda Seberang

Pemprov Kaltim mendukung pencanangan Kampung Tenun di Samarinda Seberang sebagai pelopor berdirinya kampung tenun di Kaltim.   Penegasan tersebut disampaikan Asisten III Sekprov Kaltim H Sutarnyoto saat penandatanganan Memorandum of Understanding (MoU) penetapan Kampung Tenun Samarinda Seberang yang dilakukan Dewan Kerajinan Nasional (Dekranas) dengan Dewan Kerajinan Nasional Daerah (Dekranasda) Samarinda, di Lamin Etam,  Rabu (14/3).
“Memang sejak dulu Samarinda dikenal dengan produk unggulan dan hasil kerajinan tangan, terutama kerajinan Sarung Samarinda. Sayangnya, kerajinan tangan ini belum banyak dikenal orang luar. Karena itu, pencanganan kampung tenun ini sangat baik untuk promosi produk kerajinan Kaltim,”  kata Sutarnyoto.
Pencanangan Samarinda Seberang sebagai kampung tenun, sekaligus akan menjadi pelopor kampung tenun di Kaltim. Pasalnya kata Sutarnyoto, kerajinan tangan bukan hanya di Samarinda, tapi juga ada di kabupaten/kota lain di Kaltim. Samarinda bisa jadi model  kota pengrajin di Kaltim.
“Mudah-mudahan akan lebih dikenal dan menjadi salah satu obyek wisata andalan di daerah ini,” kata Sutarnyoto.
Dampak positif yang diharapkan dari pencanangan Kampung Tenun di Samarinda Seberang,  selain menjadi objek wisata, juga diharapkan mendukung peningkatan ekonomi masyarakat, terutama bagi masyarakat Samarinda, khususnya Kecamatan Samarinda Seberang.
“Saya berharap hal ini dapat dicontoh kabupaten dan kota lain di Kaltim, terutama yang sudah mempunyai produk unggulan khusus. Contohnya, kerajinan manik-manik. Sebab, pengembangan ini bisa saja mendorong peningkatan kesejahteraan masyarakat melalui Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) di daerah ini,” jelasnya.
sarung samarindaSementara itu, Ketua Dekranasda Kaltim, Hj Amelia Suharni Faroek yang diwakili Wakil Ketua Dekranasda Kaltim,  Hj Rita Ratina Irianto Lambrie mengatakan sangat bangga dengan pencanangan Kampung Tenun yang melibatkan banyak pihak, baik pariwisata, lingkungan hidup dan perindustrian dan perdagangan.
“Kami berharap Kampung Tenun dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat Kaltim, khususnya di Samarinda. Apalagi, kami berharap dengan dicanangkannya Kampung Tenun, lingkungan di daerah tersebut akan lebih bersih, sehat, ramah, rapi dan indah (Berseri) sesuai dengan program Dekranas menuju Dekranas Berseri,” jelasnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar