Kamis, 17 Mei 2012

Karst Mangkalihat Potensi Geowisata

Bila bicara Kalimantan Timur, orang-orang luar biasanya silau dengan melimpahnya kekayaan alam terdapat di dalamnya. Tak heran, karena Kalimantan Timur memang termasuk salah satu provinsi penyumbang devisa terbesar negara. Minyak bumi, hutan tropis dan tentu saja batu bara. Pertanyaannya, seberapa lamakah sumber daya alam tersebut mengangkat prestise Kaltim di mata Nasional maupun Internasional?
Sektor pertambangan yang selama ini menjadi andalan kini sudah mulai dicarikan penggantinya. Sebab tak dapat dipungkiri, sumber daya hasil pertambangan tak dapat lagi diperbaharui. Namun tak perlu khawatir. Sektor Pariwisata dapat menjadi alternatif penghasil devisa negara pun sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD) demi kesejahteraan rakyat sekitar. Di bumi Kaltim, Karst Mangkalihat memiliki potensi besar untuk itu.
Kepala Pusat Perencanaan dan Pengembangan Pariwisata Institut Teknik Bandung Dr. Budi Brahmantyo pada Lokakarya Perencanaan Aksi Pengelolaan Kawasan Karst Sangkulirang-Mangkalihat di Hotel Grand Sawit, Senin (9/8) mengungkapkan, hasil penelitian suatu lembaga penelitian di Amerika menyebutkan bahwa adanya peningkatan wisata petualangan terutama di Amerika Utara. Sasaran wisata ini adalah Asia dan Afrika. Hal ini menjadi potensi yang mesti ditangkap. “Karst Mangkalihat-Sangkulirang menjadi salah satu potensi yang perlu diperhatikan dan dikembangkan,” ungkap Budi.
Karst seperti yang dilansir Wikipedia, adalah sebuah bentukan di permukaan bumi yang pada umumnya dicirikan dengan adanya depresi tertutup (closed depression), drainase permukaan, dan gua. Daerah ini dibentuk terutama oleh pelarutan batuan, kebanyakan batu gamping.
Daerah karst terbentuk oleh pelarutan batuan terjadi di litologi lain, terutama batuan karbonat lain misalnya dolomit, dalam evaporit seperti halnya gips dan halite, dalam silika seperti halnya batu pasir dan kuarsa, dan di basalt dan granit dimana ada bagian yang kondisinya cenderung terbentuk gua (favourable). Daerah ini disebut karst asli.
Daerah karst dapat juga terbentuk oleh proses cuaca, kegiatan hidrolik, pergerakan tektonik, air dari pencairan salju dan pengosongan batu cair (lava). Karena proses dominan dari kasus tersebut adalah bukan pelarutan, kita dapat memilih untuk penyebutan bentuk lahan yang cocok adalah pseudokarst (karst palsu).
Karst Mangkalihat masih asri tanpa terjamah kerusakan. Sehingga sangat memungkinkan untuk menjadi salah satu Geowisata andalan Nasional atau bahkan Internasional. Geografisnya tampak bagaikan pegunungan batu gamping yang diselimuti hutan belantara nan hijau.  Menusuk  ke  dalam   hingga jantung Gunung Marang, daerah yang terletak di barat laut Sangata itu nyatanya sarat menyimpan jejak-jejak masa lalu manusia dengan adanya lukisan berbentuk tangan yang memiliki nilai artistik. Belum diketahui berapa kali peneliti lokal maupun mancanegara yang bertandang ke bumi kalimantan untuk melihat secara langsung apa-apa yang terdapat di Karst Mangkalihat.
Di sini, sekitar 3.500 tahun lampau sebuah komunitas prasejarah telah tercipta kuat, berkiprah menaklukkan alam dengan berdiam di goa-goa kapur. Hidup mereka kembali bergema melalui penemuan sisa manusia, peralatan hidup, dan berbagai lukisan goa yang canggih. Hampir pasti, merekalah cikal bakal dari sebagian populasi Nusantara saat ini.
Data hunian goa banyak dihasilkan dari kawasan karst Beriun di Pegunungan Marang, bagian dari sistem karst raksasa Sangkulirang-Mangkalihat. Lebih dari seratus goa dengan 1.500 lukisan cadas (di dinding goa)—mayoritas berupa cap-cap tangan—telah ditemukan oleh Jean-Michel Chazine dan Luc Henri Fage sejak tahun 1994.
Lukisan cadas itu umumnya ditemukan pada dinding-dinding goa yang tinggi, yang sulit dicapai karena terletak di lokasi-lokasi terjal 100-200 meter di atas permukaan tanah. Salah satu goa, yaitu Goa Tewet, terdapat lebih 200 cap tangan beserta gambar hewan dan manusia. Separuhnya dihiasi titik, garis, atau pola lainnya, menunjukkan lebih dari 50 kombinasi. Gambar-gambar tersebut mungkin terkait upacara ritual tertentu yang hanya bisa diikuti oleh segelintir manusia.
Di Gunung Marang bagian barat, Goa Berak telah mengontribusi sekitar 35 cap tangan dan beberapa lukisan lainnya. Sementara di Goa Payau terdapat 38 cetakan tangan dan gambar-gambar geometris bermotif garis, koma, titik, lingkaran, anak panah, dan bentuk-bentuk anthromorfik.
Temuan senada juga dihasilkan dari Gunung Marang bagian timur. Di Goa Jupri terdapat panel lukisan sepanjang tiga meter, terdiri atas gambar 16 rusa, babi (1), kura-kura (2), makhluk anthropomorfik (16), dan cap tangan (5). Pada puncak ruang, ditemukan pula 18 cap tangan, beberapa di antaranya dihubungkan oleh garis-garis melengkung. Sedikitnya 15 cap tangan juga ditemukan di Goa Tembus. Sementara di Goa Sahak, ditemukan 70 cap tangan, yang warnanya telah menjadi terang karena terkikis oleh cairan atau deposisi kalsid selama musim kering.
Salah satu kawasan di Berau yang berbatasan dengan Kutai Timur (Kutim), mempunyai pusaka alam karst (gunung kapur) yang perlu dilestarikan.Pusaka alam tersebut, dianggap sebagai sumber mata air yang sangat bermanfaat bagi kelangsungan kehidupan masyarakat sekitar.“Pusaka alam karst Mangkalihat-Sangkulirang (Mangkulirang) yang terletak di perbatasan Berau-Kutim akan menjamin tersedianya sumber dan pembentuk utama kehidupan manusia Kalimantan, yaitu air dan sungai di masa depan,” ungkap Heddy S. Mukna, Asisten Deputy Pengendalian Kerusakan Hutan dan Lahan dari Kementerian Lingkungan Hidup.
Disampaikan pula, kawasan karst merupakan pembeda utama dengan wilayah lain yang tidak bergunung karst -pembentukan kebudayaan yang khas karst. Untuk itu, kehancuran kawasan pusaka alam karst akan menjadi suatu bencana. “Jadi pengelolaan dan perlindungan kawasan karst sangat diperlukan untuk menjaga warisan pusaka,” ujarnya.
Disebutkannya pula, kawasan karst yang berada di perbatasan Berau-Kutim, merupakan pusaka alam dan pusaka budaya berkelas dunia, karena kawasan karst tersebut merupakan karst raksasa.
Selain itu juga merupakan sumber air bagi sungai-sungai di Kutim dan Berau. Sebagai daerah resapan, air dari kawasan karst mengalir ke 4 sungai utama di Kutim, yakni Bengalon, Bangka, Karangan, Kerayan dan Baai. Sedangkan di Berau mengalir di 3 sungai utama, yakni Lesan, Tabalar dan Dumaring.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar