Sabtu, 12 Mei 2012

Sejarah Kelam Pemberontakan PKI di Madiun oleh Muso

Pada masa pemerintahan Kabinet Amir Syarifuddin berlangsung perjanjian Renville antara Pemerintahan RI dan Belanda. Kesepakatan tersebut tidak sesuai dengan keinginan masyarakat Indonesia. Beberapa tokoh pergerakan memutuskan untuk tidak memberikan dukungan kepada pelaksanaan Perjanjian Renville karena isi Perjanjian Renville sangat merugikan bangsa Indonesia.
sejarah pembrontakan pki madiun
Terlebih lagi jika mengingat wilayah RI semakin sempit dan harus mengakui garis Van Mook sebagai garis baru hasil Agresi Militer I. Kondisi itulah yang membawa perubahan kekuasaan sehingga Kabinet Amir Syarifuddin digantikan oleh Kabinet Hatta pada tanggal 29 Januari 1948. Kabinet Hatta diharapkan bisa mengganti kinerja Kabinet Amir Syarifuddin yang dinilai gagal memperjuangkan kesatuan NKRI.
Setelah kejatuhannya, Amir Syarifuddin menjadi tokoh oposan yang melawan kebijakan Pemerintah. Ia membentuk Front Demokrasi Rakyat pada tanggal 28 Juni 1948 di Surakarta. Front ini merupakan gabungan dari beberapa kelompok kekuatan politik saat itu, seperti Partai Sosialis, Pesindo, Partai Buruh, Partai Komunis Indonesia, dan SOBSI.
Tujuan pembentukan Front Demokrasi Rakyat adalah untuk merebut kekuasaan dengan cara demonstrasi dan melakukan tindakan-tindakan kekacauan lainnya. Kekacauan yang dibuat front tersebut misalnya penculikan dan pembunuhan tokoh-tokoh yang dianggap sebagai musuh. Kondisi ini menyebabkan terjadinya keresahan dan teror di masyarakat.

Penumpasan Pemberontakan PKI di Madiun

Sejak kedatangan Muso dari Moskow teror semakin meningkat, bahkan kesatuan-kesatuan Tentara Nasional Indonesia saling diadu. Hal ini sesuai dengan anjuran Muso melalui Partai Komunis Indonesia. Pada tanggal 18 September 1948 PKI merebut kota Madiun dan memproklamasikan berdirinya negara Republik Soviet Indonesia, bahkan keesokan harinya diumumkan pembentukan pemerintahan baru. Peristiwa ini dikenal dengan Pemberontakan PKI di Madiun.
Untuk mengatasi pemberontakan PKI tersebut, Pemerintah RI bertindak cepat. Propinsi Jawa Timur dijadikan sebagai daerah istimewa dan Kolonel Sungkono, saat ini dikenal sebagai Mayjend Sungkono, diangkat menjadi Gubernur Militer. Karena Panglima Besar Jenderal Sudirman sedang sakit, maka pimpinan operasi penumpasan diserahkan kepada Kolonel A.H. Nasution yang menjabat sebagai Panglima Markas Besar Komando Jawa.
Walaupun menghadapi kesulitan, seluruh kekuatan pemberontak akhirnya dapat ditumpas. Pada waktu itu sebagian besar anggota TNI terikat menjaga garis demarkasi menghadapi Belanda dengan menggunakan dua brigade kesatuan cadangan umum Divisi III Siliwangi. Penumpasan pemberontakan PKI juga dibantu Brigade Surachman dari Jawa Timur serta kesatuan lain yang setia kepada Republik. Dalam penumpasan tersebut, Muso ditembak mati dan Amir Syarifuddin dijatuhi hukuman mati

Tidak ada komentar:

Posting Komentar