Dalam buku "Culture and Imperialism" (1993), Edward Said memperluas argumen inti orientalisme untuk menunjukkan hubungan yang kompleks antara Timur dan Barat dengan mengacu pada penjajah dan terjajah, "The Familiar (Eropa, Barat, kita) dan The Strange (Oriental, Timur , mereka)."
Dia menjelaskan keunggulan budaya Barat dibandingkan dengan budaya Muslim yang inferior. Muslim digambarkan sebagai teroris pelempar bom yang berbahaya, sehingga mereka menjadi sasaran empuk atas tuduhan-tuduhan yang tidak berdasar.
Ramsey Clark, Mantan Jaksa Agung Amerika Serikat dan juga pendiri Internasional Action Center (IAC) adalah seorang aktivis yang berkomitmen terhadap keadilan sosial, ekonomi, politik, dan ras. Dalam pesan tahun barunya, Clark mengungkapkan kekhawatiran dan harapan terkait dengan masa depan.
Dia mengatakan, selama satu tahun terakhir, telah terjadi peningkatan kebencian terhadap Islam, hal itu disebabkan adanya propaganda sebagian besar media fanatisme anti-agama ini. Amerika dan sekutu-sekutu Barat dengan mengusung slogan "perdamaian" dan tanpa mengindahkan hukum yang berlaku, telah menyerang dan menduduki negara-negara Muslim terlebih dahulu. Padahal negara-negara itu bukan merupakan sebuah ancaman bagi mereka.
Khususnya pasca peristiwa 11 September, mereka dengan kejam menargetkan Muslim demi kepentingan politik dan secara membabi buta menerapkan langkah tersebut di seluruh Amerika, benua Eropa dan Inggris, di mana telah mengorbankan pria dan wanita yang tidak bersalah. Tanpa memperhatikan nilai-nilai demokrasi dan keadilan, umat Islam dituduh dengan tuduhan palsu dan dipenjarakan karena kejahatan yang tidak mereka rencanakan atau lakukan. Anehnya, media justru mendukung dengan memberitakan terpidana dengan dakwaan palsu. Sementara, masyarakat tidak menyadari bahwa dugaan ancaman tersebut adalah kebohongan dan hingga kini hal itu terulang tanpa henti.
Tidak heran jika mantan Perdana Menteri Malaysia Abdullah Badawi pernah mengatakan kepada masyarakat Kuala Lumpur bahwa fitnah terhadap Muslim adalah suatu hal yang tidak bertanggung jawab.
Dia menambahkan bahwa tuduhan palsu dan kebencian adalah arus utama yang tersebar luas di masyarakat Barat. Seharusnya Barat memperlakukan Islam sebagaimana perlakuan yang diinginkannya dari Islam kepada mereka dan sebaliknya. Kedua belah pihak harus menerima satu sama lain dan setara.
Islamphobia di Media Inggris
Pada bulan Januari 2007, laporan Islamic Human Rights Commission (IHRC) yang berjudul "Media Inggris dan Representasi Muslim: Demonisasi Ideologi" (The British Media and Muslim Representation: The Ideology of Demonisation) membenarkan berbagai penelitian yang menunjukkan bahwa Muslim di Inggris percaya media di negara itu dengan tidak akurat menggambarkan mereka dan agama mereka secara tidak benar dan tidak adil.
Pada tahun 2008, Channel 4 televisi dokumenter "Dispatches", yang didasarkan pada sebuah dokumen Peter Oborne dan James Jones berjudul "Muslim dalam pengepungan" (Muslim under Siege), mengungkapkan kepada masyarakat bagaimana media Inggris dan tokoh politik menyebarluaskan pandangan-pandangan Islamphobia seperti yang terjadi di Amerika, di mana muslim difitnah sebagai teroris.
Sejak tahun 2000, riset-riset di Inggris menunjukkan bahwa sebagian besar laporan media menggambarkan Muslim sebagai sesuatu yang berbahaya, terbelakang, irasional, ekstrim, tidak sesuai dengan norma-norma Inggris, dan cenderung untuk melakukan tindakan terorisme.
Terdapat dua tabloid terkait islamphobia ini, termasuk seorang penulis di The Guardian, Polly Tonybee. Dalam tulisannya, dia mengatakan, "Saya adalah seorang Islamophobia dan saya bangga karenanya."
Sementara itu, di tabloid The Independent, Bruce Anderson menulis, ada sebuah kekhawatiran yang sangat kuat bahwa imigran Muslim diperkuat oleh tekanan politik dan pada akhirnya oleh terorisme, suatu saat akan berhasil mengubah karakter peradaban Eropa dan tidak akan dapat dihentikan, dimana tentara-tentara Islam telah gagal mewujudkannya.
Martin Amis, seorang penulis di koran The New York Times, menulis, "Ada dorongan yang pasti - tidakkah Anda memilikinya? Komunitas muslim harus mengalami penderitaan untuk mendapatkan rumah mereka sesuai dengan aturan yang berlaku."
Dokumen "Muslim under Siege" menjelaskan bahwa, Islamophobia adalah kekuatan yang luar biasa untuk penyatuan budaya publik Inggris. Islamphobia tidak hanya mendatangkan orang-orang liberal progresif seperti Polly Toynbee bersama-sama dengan para kolumnis politik yang konservatif seperti Bruce Anderson. Islamophobia juga digunakan untuk mendata militan ateis dengan umat Kristen.
Selain itu, situasi tersebut dimanfaatkan oleh oportunis politik yang secara salah mengaitkan Muslim dengan terorisme dan mengambil keuntungan dari sentimen publik terhadap kehadiran Muslim di Inggris.
Dalam dokumen "Muslim under Siege", Oborne dan Jones mencatat bagaimana arus utama masyarakat selama berabad-abad menjadikan pendatang sebagai sasaran untuk kebencian dan penghinaan, sebab mereka dianggap mengancam identitas Inggris. Target Sebelumnya meliputi Katolik, Yahudi, Perancis, Jerman dan para gay. Hari ini Muslim menjadi musuh nomor satu bagi masyarakat seperti di Amerika.
Umat Islam difitnah karena iman mereka dan dianggap sebagai bahan cemoohan oleh wartawan dan oportunis politik yang membencinya. Mereka telah berhenti memfitnah orang Yahudi dan kulit hitam, dan saat ini perhatian terfokus pada Muslim. Para politisi mainstream juga menjadikan Islamphobia sebagai bentuk kefanatikan. Mereka percaya, sebagaimana Ketua Partai Nasional Inggris (BNP), Nick Griffin, bahwa kita harus memposisikan diri untuk mengambil keuntungan demi kepentingan politik kita sendiri, di mana gelombang permusuhan publik terhadap Islam saat ini sedang ditingkatkan oleh media massa.
Griffin dan yang lainnya mengutip buku Bat Ye'or, berjudul, "Eurabia: The Euro-Arab Axis", mengatakan, Eropa akan menjadi Eurabia, di mana orang Kristen dan Yahudi akan menjadi warga kelas dua karena adanya mayoritas Muslim baru.
Dia melihat seluruh Eropa akan menjadi ladang Islam yang mengancam budaya mainstream tradisonal. Ini adalah trik singkat untuk menghasut opini tentang serangan teror guna menjustifikasi perang Inggris terhadap Islam dan mengulang taktik serupa di Amerika dan seluruh Eropa.
Suasana mencekam, pengungkapan teror, penyebutan nama, dan berbagai kecurigaan yang dibesar-besarkan, sering muncul di dalam pemberitaan media. Banyak laporan seperti itu yang muncul secara berkala, seperti halnya yang disebutkan dalam artikel di The London Independen pada tanggal 28 Maret 2009. Artikel tersebut berjudul, "Polisi mengidentifikasi 200 anak yang berpotensi sebagai teroris." Dalam artikel itu disebutkan bahwa 200 anak sekolah di Inggris, sebagian masih berusia 13 tahun, telah diidentifikasi memiliki potensi sebagai teroris. Langkah itu atas dasar skema polisi yang bertujuan untuk mengenali anak muda yang rentan terhadap radikalisasi Islam.
Norman Bettison, pejabat paling senior di Inggris terkait urusan pencegahan teror, mengatakan, Asosiasi Pejabat Kepala Polisi (ACPO) meminta guru, orang tua dan tokoh masyarakat lainnya untuk memantau tanda-tanda adanya pandangan ekstrim, di mana menunjukkan indikasi adanya anak-anak muda yang sedang dipersiapkan oleh kelompok radikal.
Bettison menjelaskan, apa yang akan sering terlihat secara alamiah adalah apa yang mungkin dianggap sebagai rasisme dan pengadopsian sikap buruk terhadap Barat.
Dia menambahkan, kami menargetkan penjahat dan calon teroris yang kebetulan "cloaking diri" dalam retorika Islam.
Seorang juru bicara The Home Office (Departemen utama pemerintah terkait imigrasi dan paspor, kebijakan obat-obatan, anti-terorisme, polisi, sains dan penelitian mengatakan, "Kami berkomitmen untuk menghentikan orang-orang yang menjadi atau mendukung teroris atau bahkan ekstrimis kekerasan, meskipun situasi di Inggris sama seperti di Amerika, di mana tidak sedang menghadapi ancaman teror."
Klaim itu sepenuhnya tidak benar dan dilakukan hanya untuk keuntungan politik. Akibatnya, Muslim dijadikan kambing hitam. Laporan media Inggris seperti media AS, secara salah memvonis Muslim dengan berbagai tuduhan, dan masyarakat tidak pernah mengetahuinya.
Sebelumnya, sebuah artikel membahas sebuah plot palsu terkait teror London, di mana dapat diakses melalui laporan yang menjelaskan bahwa di Amerika dan Inggris, para kooperator pemerintah dibayar untuk menjebak dan memberikan kesaksian palsu terhadap Muslim yang ditargetkan. Hal itu seperti dalam sebuah kasus pemboman yang disebut "London Fertilizer" yang memanfaatkan Junaid Babar, yaitu sebuah karakter yang meragukan dari media Inggris yang dijuluki "Supergrass." Kasus tersebut kemudian dibesar-besarkan.
Pada tahun 2004, Junaid Babar setuju untuk bekerja sama dengan agen FBI setelah didakwa pada bulan Juni. Dia kemudian mengaku bersalah atas empat tuduhan berkonspirasi guna menyediakan dan mencoba untuk menyuplai bahan pendukung atau sumber daya bagi teroris. Tuduhan kelima, terkait keterlibatannya dalam penyediaan dana, barang, atau jasa yang menguntungkan al-Qaeda. Sebagai imbalan pengurangan hukuman, dia diminta untuk memberikan bantuan besar, termasuk penjebakan dan bersaksi terhadap Muslim yang ditargetkan.
Dia juga dimanfaatkan dalam kasus "London Fertilizer". Kasus tersebut melibatkan setengah ton amonium nitrat, yang diduga untuk meledakkan sebuah pusat perbelanjaan London, klub malam dan target lainnya. Meskipun tuduhan itu sepenuhnya tidak benar dan tidak ada plot serta kejahatan, namun para tersangka pembom dihukum dan dipenjara.
Pada tanggal 28 Desember , penulis New York Times, Sheryl Stolberg terkait artiker berjudul, "Tim Traveling Obama tetap fokus terhadap teror," mengatakan, saat berlibur, Obama memiliki kemampuan "suara yang aman dan dapat diandalkan" untuk tetap kontak dengan penasihatnya terkait setiap berita terkini. Dalam beberapa pekan terakhir, kekhawatiran tentang terorisme di Eropa telah melonjak, di mana para pejabat intelijen melaporkan bahwa perbincangan meningkat pada tahap ancaman.
Tidak peduli seberapa besar kepalsuan pemberitaan media massa, namun ketakutan di Amerika, Eropa dan Inggris telah menjadi isu nasional. Peringatan atau penangkapan baru-baru ini, telah dibuat di Spanyol, Jerman, Belanda, Denmark dan Inggris.
Pada tanggal 29 Desember, hanya berdasarkan kecurigaan, sejumlah pria Muslim (beberapa dari mereka masuk dari Swedia) ditangkap karena diduga merencanakan serangan terhadap kantor surat kabar Jyllands-Posten. Berita serupa dipublikasikan pada tahun 2005 terkait kartun penghinaan terhadap Nabi Muhammad Saw. Sementara itu, tidak ada bukti yang memberatkan mereka untuk menghubungkannya dengan sebuah plot kejahatan. Namun tampaknya, mereka mungkin akan menghadapi tuduhan awal yaitu terkait terorisme.
Kepala polisi keamanan PET Denmark, Jakob Scharf, mengatakan, "Kami menilai bahwa ini adalah sebuah kelompok Islam militan dan mereka memiliki hubungan dengan jaringan teroris internasional." Klaim itu dilontarkannya, padahal dia tidak memiliki bukti kebenarannya. Sekali lagi, mereka dianggap bersalah hanya dengan tuduhan.
Kepala Polisi Keamanan SAPO Swedia, Anders Thornberg mengatakan, "Para tersangka telah dipantau sebelum memasuki Denmark. Hal itu berdasarkan kecurigaan bahwa mereka merencanakan serangan teror." Sekali lagi, kecurigaan dan tanpa ada bukti.
Juru bicara Gedung Putih, Nick Shapiro setuju dengan langkah tersebut dan mengatakan, "Kami memuji usaha yang dilakukan oleh pemerintah Denmark dan Swedia untuk mengganggu plot ini dan akan terus berkoordinasi erat dengan mereka serta mitra kami yang lain di Eropa mengenai semua hal anti-terorisme yang menjadi perhatian bersama."
Pada musim liburan pun, Muslim yang tak berdosa mungkin menjadi target dan dituduh. Tidak perlu bukti, namun hanya berdasarkan kecurigaan saja.
Pada tanggal 27 Desember, terkait berita, "Polisi Inggris menuduh sembilan pria yang ditangkap dalam sebuah razia dengan tuduhan telah mempersiapkan aksi terorisme," penulis New York Times, Alan Cowell mengatakan, "Setelah sepekan razia yang terkoordinasi di tiga kota, kepolisian Inggris menyatakan bahwa mereka menuduh sembilan orang dari 12 pria yang ditangkap dalam sebuah kasus yang tampaknya menjadi tanda tentang kekhawatiran Eropa atas potensi serangan teroris yang telah menyebar."
Semua yang ditangkap adalah Muslim. Tiga dari mereka terlepas dari tuduhan dan dibebaskan. Sisanya, dibawa ke pengadilan London dan didakwa telah terlibat dalam persiapan untuk melancarkan sebuah aksi terorisme. Mereka diduga telibat dalam persekongkolan untuk membom target yang belum jelas.
John Yates, pejabat senior anti-terorisme Inggris, mengatakan, "Operasi masih dalam tahap awal, jadi saat ini kami tidak dapat mengambil langkah lebih jauh mengenai para tersangka tindak pidana, karena mungkin tidak ada yang direncanakan. Namun, saya percaya bahwa tindakan diperlukan pada saat ini untuk mengambil langkah dalam rangka memastikan keselamatan publik." Pejabat tersebut mengatakan hal itu, meskipun kenyataannya mungkin bohong, terutama setelah mengakui tidak ada serangan teroris dalam waktu dekat ini.
Di sisi lain, para pejabat Eropa malah mengatakan bahwa tidak ada ancaman spesifik yang bertepatan dengan musim liburan, meski terdapat klaim adanya dugaan rencana serangan dari al-Qaeda pada saat itu.
Meski demikian, laporan-laporan berita inflamasi (yang menghasut), termasuk dari BBC, melaporkan bahwa orang-orang itu telah merencanakan serangan terhadap Kedutaan Besar AS dan Pasar Saham London bertepatan dengan liburan Natal. BBC juga menyebutkan bahwa mereka dituduh menggunakan desain paket bom yang dipelajari dari buletin al-Qaeda, padahal tidak ada bom atau bukti jelas yang ditemukan.
Berikut ini adalah kasus lain yang dianggap bersalah hanya dengan tuduhan yang didasarkan pada kecurigaan tanpa bukti terkait persiapan atau prakarsa dari aksi terorisme, namun laporan media menunjukkan sebaliknya.
Alan Cowell mengatakan, ".... anjing pelacak dikerahkan untuk menyerang empat rumah dan sebuah kafe internet. Mereka memecahkan jendela dan langit-langit di warnet dan menurut saksi, mereka juga menyita lusinan komputer. Tim anti-terorisme juga mencari dua kamar motel dekat basis militer, di mana empat dari tahanan telah didaftar, tetapi polisi tidak memberikan informasi lebih lanjut. "
AP melaporkan bahwa Sue Hemming, kepala divisi anti-terorisme pelayanan kejaksaan kerajaan (CPS), mengatakan, saya hari ini menyarankan polisi supaya sembilan orang itu didakwa dengan konspirasi yang menyebabkan ledakan dan terlibat dalam langkah untuk mempersiapkan aksi terorisme atau membantu yang lain guna melakukan tindakan itu.
BBC melaporkan bahwa polisi menyisir rumah-rumah, tetapi tidak ada bahan peledak yang ditemukan. Meski tidak ada bukti, namun konspirasi tetap didakwakan. Langkah persiapan tidak berarti tanpa spesifik. Jika mereka ada, mereka pasti akan dinyatakan dan dilaporkan.
Pihak berwenang malah mengatakan, sebuah plot yang diduga berada dalam tahap yang relatif awal, tidak memberikan kredibilitas apapun terhadap tuduhan. Namun, meski demikian, pada tanggal 30 Desember, Reuters melaporkan, sebuah pengadilan Denmark membebankan tiga orang dalam tahanan karena dinggap berupaya melakukan aksi terorisme.
Sebuah Komentar Akhir
Pada tanggal 7 Juli 2005, BBC melaporkan bahwa tiga ledakan menghantam bawah tanah London. Sementara ledakan lain menghantam sebuah bus kota bertingkat. Kebiadaban teroris ini sejak itu disebut dengan "7/7". Semua insiden itu terjadi selama jam sibuk pagi supaya megakibatkan dampak gangguan dan korban yang maksimal.
Perdana Menteri Inggris, Tony Blair menyebutnya sebagai serangan teroris. Empat orang kemudian didakwa sebagai dalang terorisme itu. Tiga dari mereka adalah Muslim dan sisanya kelahiran Jamaika.
AP melaporkan bahwa Kedutaan Besar Israel di London memperingatkan Scotland Yard tentang serangan "7/7", dan Radio Angkatan Darat Israel melaporkan, "Scotland Yard telah mendapat peringatan intelijen terkait serangan yang akan dilakukan dalam waktu dekat sebelum insiden terjadi, tetapi tidak bertindak atau melakukan peringatan atas isu itu.
Selain itu, Benyamin Netanyahu, Menteri Keuangan Israel pada masa itu, diberitahu untuk tidak hadir dalam sebuah konferensi ekonomi London di mana dia dijadwalkan berpidato. Pejabat-pejabat lain juga diperingatkan, namun tidak untuk publik. Penyebutan "7/7" adalah pengkambinghitaman yang bertujuan meningkatkan rasa takut dan menjaga situasi Inggris dan Amerika seakan-akan dirundung peperangan.
Pada Maret 2004, pemboman kereta api di Madrid terjadi tiga hari sebelum pemilihan umum Spanyol. Dengan tidak menyertakan bukti yang mendukung, mereka menyalahkan al-Qaeda. Sementara yang lain dikambinghitamkan untuk menyulut rasa takut di Spanyol dan seluruh Barat.
Hampir setiap insiden terorisme yang terjadi, Muslim selalu disalahkan. Kali ini, separatis Basque juga menjadi target, lagi-lagi tanpa bukti yang menguatkan.
Pola-pola itu sering diulang. Pada tanggal 30 Juni 2007, sebuah Jeep Cherokee dengan tabung propana menabrak pintu kaca bandara internasional Glasgow. BBC melaporkan bahwa mobil terbakar di tengah pintu kaca tersebut, tetapi tidak meledak.
Para tersangka biasa disebut al-Qaeda dan teroris Islam. Perdana Menteri Gordon Brown mengatakan, "Kita sedang berhadapan, dalam istilah umum, dengan orang-orang yang terkait dengan al-Qaeda"
Telegraph Inggris melaporkan, sebuah anasir al-Qaeda yang belum diketahui identitasnya, dianggap telah mempersiapkan untuk meluncurkan serangkaian serangan bom mobil seperti yang terjadi di Baghdad.
Laporan-laporan media Inggris dan AS telah memicu ketakutan. ABC News melaporkan, semua ini terjadi hanya tiga pekan setelah apa yang digambarkan sebagai upacara wisuda al-Qaeda untuk pelaku bom bunuh diri, dilakukan di sebuah kamp pelatihan di Pakistan.
Laporan media massa tanpa menyertakan bukti dan hanya berdasar dugaan dan tuduhan telah menyebar ketakutan. Sementara, pengkambinghitaman lain dilakukan hanya untuk mempertahankan dukungan publik bagi perang melawan terorisme yang juga merupakan perang terhadap Islam di Amerika, benua Eropa dan Inggris. Penangkapan terbaru di London juga didasarkan pada tuduhan palsu belaka, terutama dengan tidak ada bukti kuat untuk menguatkan tuduhan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar