Dunia hiburan tanah air tak akan pernah
sepi oleh canda ria dan tawa yang dihadirkan kelompok lawak yang silih
berganti menghibur bumi pertiwi. Acara buka puasa hingga sahur di bulan
Ramadhan misalnya, kelompok lawak penghibur menjadi sajian utama yang
seakan melegakan kita yang sudah seharian menahan nafsu dan dahaga, atau
sekedar menjadi penghibur pelepas penat usai kerja yang melelahkan. Ada
daftar panjang nama kelompok ataupun pelawak solo yang telah
berkecimpung di dunia hiburan tanah air. Berikut adalah daftar tujuh
kelompok komedi legendaris di Indonesia menurut TujuhPedia.com. Siapa
sajakah mereka?
7. BAGITO
Daftar ini dimulai dari Bagito yang sangat jaya di era 90an. Bagito – konon adalah singkatan Bagi Roto
(Bagi Rata) – digawangi oleh kakak beradik Miing (Dedi Gumelar) dan
Didin (Didin Pinasti) serta kawan mereka Unang. Kepopuleran mereka
dimulai dari beberapa kali acara panggung dan siaran rutin BasoSK
(Bagito Show Senyum & Ketawa) di radio humor Suara Kejayaan (yang
juga membesarkan nama Patrio, Ulfa Dwiyanti, Alm.Taufik Savalas dan
Komeng). Nama Bagito menjadi semakin melejit ketika stasiun TV RCTI
menayangkan acara komedi setengah jam Bagito Show. RCTI pulalah yang
menjadikan mereka grup lawak paling mahal seindonesia melalui
perpanjangan kontrak dengan bayaran konon mencapai 1 milyar rupiah,
harga ini bisa dimaklumi karena acara Bagito Show memperoleh rating
cukup tinggi dan bertahan cukup lama di layar kaca.
Bagito bisa dibilang sebagai suksesor Warkop DKI di ranah komedi, Miing yang menjadi founder
Bagito pernah tergabung sebagai tim kreatif Warkop, baik itu sebagai
figuran di acara radio, rekaman kaset ataupun film-film Warkop DKI.
Pembagian peran dalam Bagito Group biasanya stereotype, Miing
sebagai orang kampung yang ngotot, Didin sebagai anak orang kaya yang
bertugas menjadi pemberi umpan lawakan dan Unang yang multitalenta
sebagai tokoh kekanak-kanakan.
Sayang kelangsungan grup lawak ini
berbanding terbalik dengan kesuksesannya, masalah internal dalam grup
berakhir dengan keluarnya Unang dari formasi Bagito. Dia kemudian
melanjutkan karir sebagai pemain sinetron religi dan stripping melalui
peran-peran serius serta membintangi film layar lebar. Walaupun Miing
dan Didin tetap melanjutkan kiprah Bagito, namun kepopuleran mereka
akhirnya menurun dan menghilang sampai akhirnya kini nama Bagito tak
terdengar lagi. Dedi Gumelar terjun ke dunia politik dan maju sebagai
anggota DPR mewakili Banten dari fraksi PDI-P periode 2009-2014.
6. D’BODORS
Tidak banyak grup lawak yang bisa eksis
bertahun-tahun dengan bermodalkan materi tradisional, dan salah satu
yang mampu bertahan adalah kelompok lawak D’Bodors yang beranggotakan
Raden Achmad Yusuf Wargapranata (Abah Us Us) yang identik dengan peniti
raksasa, Uyan Suryana (Yan Asmi) yang selalu membawa gitar dan Kusye
(Engkus) yang bertubuh kecil namun lincah. Trio pelawak asal Sunda yang
berulangkali mengisi layar TVRI ini memang sudah lama tidak aktif lagi,
namun peran mereka di dunia humor tak akan pernah terlupakan.
Ketiganya multitalenta, cerdas sekaligus
menghibur namun tidak melupakan kultur Sunda yang kental. Komedi-musik
yang mereka usung tak pernah lekang oleh jaman, ini dibuktikan dari
penampilan-penampilan akhir mereka di tahun 2010 saat naik panggung di
acara Zona Memori Metro TV. Walaupun sudah dimakan usia, mereka masih
tetap sanggup mengocok perut dengan banyolan khas yang juga pernah
mereka usung pada dekade 80an.
Berbekal kesuksesan penampilan mereka,
D’Bodors sempat melakukan lobi ke Metro TV untuk pembuatan talkshow.
Sayang tak lama setelah penampilan terakhir di TV swasta tersebut, Yan
Asmi meninggal dunia pada tanggal 29 Maret 2010 sekaligus membatalkan
rancangan talkshow D’Bodor. Abah dan Engkus-pun merubah susunan acara
dan bersiap menyajikan kenangan Yan Asmi di Zona Memori, namun belum
sempat acara ini dijalankan, Abah Us Us wafat menyusul rekannya 40 hari
setelah meninggalnya Yan Asmi, pada tanggal 8 Mei 2010.
5. BAGIO CS
Almarhum S. Bagio yang dilahirkan di
Purwokerto pada tahun 1933 adalah pejuang komedi, dia tidak pernah
menyerah berkecimpung di dunianya walaupun berganti-ganti kelompok.
Sebelum membentuk kelompok yang paten, ia pernah bergabung dengan
masing-masing Ateng dan Iskak, Eddy Sud dan juga Bing Slamet. Namun
Bagio paling terkenal ketika ia bergabung dengan Darto Helm, Diran dan
R. Saleh Apandi (Sol Saleh) saat membentuk Bagio Cs dan mendapat tempat
di hati publik sekitar tahun 70an hingga 80an. Keunikan Bagio sebelum
menetap dengan ketiga kawan lain memang karena dia adalah pelawak freelance.
Di satu saat ia bisa bergabung dengan Jayakarta, di saat lain bermain
di film Ateng dan Iskak, kemudian beralih bergabung dengan Eddy Sud dan
seterusnya. Hingga akhir hayatnya, Bagio telah membintangi lebih dari 30
judul film.
Dalam kelompok tetapnya, Bagio mendapat
peran sebagai tokoh yang latah dan sok tahu, Sol Saleh sebagai pengumpan
yang netral, Darto Helm sebagai pribadi yang grusa-grusu dan Diran
sebagai sosok yang pintar-pintar bodoh. Layak disebut juga Sudarto alias
Darto Helm, yang juga multitalenta. Tahukah anda jika dialah pencipta
lagu Mandi Madu yang dipopulerkan Elvy Sukaesih dan Judi yang tentu
dipopulerkan oleh H. Rhoma Irama? Pria ini dilahirkan di kota yang sama
dengan Bagio, yaitu Purwokerto.
Keempat personil grup ini telah
meninggal dunia, Bagio wafat tahun 1993, Diran wafat tahun 1996, Sol
Saleh pada tahun 2002 dan terakhir Darto Helm pada tahun 2004.
4. JAYAKARTA GROUP
Siapa tidak kenal Jojon? Maskot
Jayakarta Group ini masih eksis hingga saat ini dan terus membintangi
acara lawak ataupun sinetron. Jojon adalah pelawak yang memang born-to-be-comedian.
Sebelum vakumnya Jayakarta, Jojon dikenal dengan gaya penampilan yang
khas, celana panjang kedodoran yang diangkat naik sampe perut, baju
warna-warni bermotif ceria, rambut poni dan kumis kotak ala Charlie
Chaplin.
Formasi paling terkenal dari Jayakarta
Group adalah Cahyono – pimpinan Jayakarta yang biasa berperan sebagai
pengumpan dan pembuka bahan komedi. Jojon, sang maskot. Prapto yang
kemudian lebih sering berperan sebagai wanita bernama Esther dan yang
terakhir Uuk yang sering kebagian peran sebagai preman karena nada
suaranya yang tinggi dan khas serta wajah Arab-nya yang unik.
Sepeninggal Uuk dan Esther yang wafat
mendahului rekan-rekannya, kelompok ini akhirnya surut. Jojon masih
setia di lapak komedi sedangkan Cahyono memilih jalur religi.
3. KWARTET JAYA
Adalah Bing Slamet, seniman asal Banten
multitalenta yang merajai panggung hiburan di era 50 hingga 70an. Ia
adalah seorang aktor, pelawak, penyanyi, pencipta lagu sekaligus musisi.
Sejak muncul di jagad hiburan Indonesia, Bing terkenal sebagai pelawak
sekaligus penyanyi dan karirnya di dua dunia itu sama melejitnya. Di
dunia musik, ia membentuk Eko Sapta Band bersama Idris Sardi, Enteng
Tanamal dan Benny Mustafa. Ia juga membentuk grup lawak Los Gilos
(bersama dengan Tjepot dan Mang Udel) serta Trio SAE (bersama Eddy Sud
dan Atmonadi) yang sayangnya tidak bertahan lama. Namun dari semua
kelompok tersebut, masyarakat akan selalu ingat kelompok yang ia bentuk
pada tahun 1967 bersama Eddy Sudihardjo (Eddy Sud), Kho Tjeng Lie
(Ateng) dan Iskak yang dinamakan Kwartet Jaya, grup lawak yang merajai
pementasan di era 70an (sebelum bergabungnya Ateng grup ini bernama EBI –
Eddy Sud, Bing, Iskak).
Tangan dingin Bing pula yang kemudian
membangun Safari Sinar Sakti Film dan memproduksi seri komedi layar
lebar yang dibintangi oleh Kwartet Jaya, diantaranya: “Bing Slamet Setan
Jalan” (1972), “Bing Slamet Sibuk” (1973), “Bing Slamet Dukun Palsu”
(1973) dan film terakhirnya “Bing Slamet Koboi Cengeng” (1974) yang ia
mainkan walaupun saat itu sedang menderita penyakit liver. Sayang
setelah meninggalnya Bing Slamet pada tahun 1974, Kwartet Jaya bubar
karena Ateng dan Iskak memilih untuk membangun duo dan meninggalkan nama
Kwartet Jaya untuk Eddy Sud.
Tiga kawan Bing sebenarnya juga bukan
talenta main-main. Eddy Sud misalnya, sebelum bergabung ke Kwartet Jaya
ia sudah dikenal sebagai seorang aktor dan telah bermain di beberapa
film, kelak di tahun 80an ia akan dikenal sebagai master acara musik
legendaris TVRI Aneka Ria Safari. Sedangkan Iskak dan Ateng yang
merupakan duo lawak terkenal Indonesia, juga bermain di film-film yang
sama dengan Eddy Sud dan kelak memiliki spot lawak tiap minggu di TVRI
sebagai Petruk dan Bagong di acara Ria Jenaka, dua acara yang bertahan
selama bertahun-tahun.
Semua personel Kwartet Jaya telah
meninggal dunia. Bing pada tahun 1974, Iskak pada tahun 2000, Ateng pada
tahun 2003 dan Eddy Sud pada tahun 2005. Begitu hebatnya pengaruh Bing
Slamet bagi dunia lawak Indonesia, hingga permintaan terakhir seorang
Benyamin Suaeb – pelawak, aktor dan musisi multitalenta legendaris
Betawi lain – adalah ingin dimakamkan di tempat pemakaman yang sama
dengan Bing yang dianggapnya sebagai guru dan orang yang paling berjasa
baginya. Benyamin S dan Bing Slamet dimakamkan di TPU Karet Bivak,
Jakarta.
2. WARKOP DKI
Di era 80 dan 90an, nama Warkop DKI
selalu dinanti. Kemunculan film mereka yang muncul menjelang lebaran
selalu ditunggu. Warkop DKI (Dono, Kasino dan Indro) melejit lewat
film-film konyol mereka yang mengandalkan komedi slapstick alias
‘kecelakaan lucu’ dan cewek berbusana minim, walaupun demikian semua
anggotanya adalah orang-orang cerdas yang lulus dari universitas
ternama. Dono yang wajahnya melas dan selalu jadi sasaran empuk hinaan
itu bahkan sebenarnya adalah dosen Sosiologi di FISIP Universitas
Indonesia sedangkan Kasino pernah menjabat sebagai Direktur Klinik
Spesialis Rawamangun. Dari semua grup lawak legendaris, Warkop adalah
satu-satunya yang eksis hampir di semua media, mulai dari lawakan
panggung, radio, layar lebar hingga ke layar kaca dan tak pernah
kehilangan penggemar, ganti personil ataupun bubar hingga ke akhir hayat
para personilnya.
Warkop DKI lahir dengan nama Warkop
Prambors, garapan program director radio Prambors Temmy Lesanpura yang
mengundang Hariman Siregar dari UI untuk mengisi acara komedi di
Prambors. Harimanpun tidak menyia-nyiakan kesempatan dan memanggil dua
pelawak kampus, Kasino Hadiwidjojo dan Nanu Mulyono. Obrolan Malam di Warung Kopi
yang disiarkan tiap Jumat malam ini menjadi begitu terkenal seiring
masuknya beberapa nama lain seperti Rudy Badil, Wahjoe Sardono dan
Indrodjojo Kusumonegoro. Humor cerdas dan lawakan yang sedikit menyentil
pemerintah serta menyerempet pornografi menjadi andalan Warkop dan
begitu digemari khalayak.
Ketika ketenaran menghampiri Kasino dkk
dan mereka harus tampil di panggung, Rudy Badil mengalami demam panggung
dan memilih mengundurkan diri, begitupula ketika mereka diundang
bermain di layar lebar, Nanu mengalami hal yang sama dan mengundurkan
diri dari Warkop setelah hanya bermain satu film. Tiga personil yang
tersisa – Dono, Kasino dan Indro – melanjutkan langkah dan mencatatkan
diri sebagai grup lawak nomer satu di Indonesia. Selain akhirnya menjadi
senior lawak, Warkop juga menjadi mentor bagi pelawak lain seperti
Alm.Taufik Savalas, Patrio dan Bagito.
Selepas dari Prambors, Warkop merubah
nama menjadi Warkop DKI karena tidak ingin terus menerus membayar
royalti untuk penggunaan nama radio di kelompok mereka. Sayang Kasino
telah tutup usia pada tahun 1997 karena tumor otak dan Dono menyusul di
tahun 2001 karena penyakit kanker yang ia derita. Kita tak akan pernah
lagi menyaksikan para maestro lawak yang tak kenal jaman ini membanyol
kembali.
…dan grup lawak paling legendaris di bumi nusantara adalah:
1. SRIMULAT
Tidak ada. Catat: tidak ada grup lawak
di Indonesia yang sanggup bertahan begitu lama menghadapi terkaman
perubahan jaman tanpa merubah konten lawakan. Grup lawak yang satu ini
patut diacungi jempol karena bisa bertahan hampir tiga dekade lamanya
dan melahirkan talenta-talenta yang terus menerus muncul di tiap masanya
mulai dari periode 60an hingga 90an hanya dengan bermodalkan banyolan
khas dan celetukan spesial tiap personil yang sudah sangat dihapal oleh
para penggemarnya.
Bongkar pasang pemain dan
bubar-gabung-kembali menjadi catatan sejarah yang terus mewarnai berdiri
dan jatuhnya grup lawak ini. Selain mampu bertahan begitu lama di hati
rakyat Indonesia, Srimulat juga merupakan grup lawak dengan jumlah
pemain paling banyak. Seiring melorotnya popularitas Srimulat setelah
habisnya masa kontrak televisi mereka di tahun 1996, nama grup lawak ini
kini juga mulai menghilang walaupun berapa alumninya masih eksis hingga
hari ini seperti Tukul Arwana yang menjadi host talkshow nomer satu di
Indonesia dan Nunung yang masih aktif bermain komedi di acara lawak
populer Opera Van Java.
Gema Malam Srimulat didirikan oleh Kho
Tjien Tiong atau lebih dikenal dengan nama Teguh Slamet Rahardjo pada
tahun 1950 di kota Solo, nama ‘Srimulat’ sendiri sebenarnya adalah nama
istri Teguh, Raden Ayu Srimulat. Pada awal berdirinya, Gema Malam
Srimulat merupakan kelompok seniman keliling yang melakukan pentas dari
kota ke kota di Jawa Timur seperti layaknya pertunjukan wayang orang
yang begitu eksis pada masa itu, Teguh mengadopsi dan menggabungkan
berbagai unsur wayang orang dan ludruk dalam penampilan dan ini terbukti
ampuh memikat penggemar. Ketika kesehatan istrinya mulai terganggu,
Teguh mengubah cara panggung Gema Malam Srimulat yang saat itu
‘bergerilya’. Sejak tahun 1961, Gema Malam Srimulat berubah nama menjadi
Srimulat dan hanya tampil di Tempat Hiburan Rakyat Surabaya. Inilah
tonggak sejarah bagi Srimulat yang bukannya meredup, namun justru makin
dicari dan digilai. Besarnya permintaan membuat Srimulat kemudian juga
tampil di THR Semarang dan Jakarta walaupun dengan materi pemain lokal.
Seiring berjalannya waktu, nama Srimulat
menjadi begitu digemari oleh khalayak ramai, terutama kaum menengah ke
bawah karena banyolannya yang enteng dan cenderung down-to-earth,
salah satu andalan dari grup lawak ini adalah setiap pemainnya memiliki
ciri khas dalam melawak sehingga begitu dikenali oleh penonton. Pada
masa jayanya, nama-nama seperti Asmuni, Paimo, Tarsan, Pete, Bandempo,
Gepeng, Djudjuk, Timbul, Tessy, Mamiek Prakoso, Pak Bendot, Betet,
Subur, Bambang Gentolet, Karjo AC-DC, Triman, Paul, Nurbuat, Rohana,
Polo, Basuki, Kadir, Eko, Gogon, Topan – Leysus, Doyok hingga ke
generasi Nunung dan Tukul adalah nama-nama yang dekat dengan para
penggemar. Djudjuk Djuwariyah, primadona Srimulat sekaligus istri kedua
Teguh (menikah pada tahun 1970, dua tahun setelah meninggalnya RA
Srimulat) ditunjuk sebagai penerus kepemilikan nama kelompok lawak
Srimulat menyusul meninggalnya sang founder pada tahun 1996.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar